Senin, 28 Januari 2019

Kakak adek bertengkar biasa, tapi kalo biasa bertengkar nggak bagus

Hai my blog readers 🙋
Apa kabar? Lagi pada sibuk ngapain nih?
Lagi musim hujan nih, jangan lupa sedia payung atau jas hujan. Supaya nggak sakit. Hehehe 😊

Aku pingin tahu, apakah diantara pembaca Blog Amel ada yang punya saudara? Mungkin sebagian besar dari my dear readers menjawab ada. Ada saudara laki-laki, ada saudara perempuan, ada kakak, ada adik, ada saudara kandung dan bahkan saudara angkat.

Lalu, pernahkah kalian sekamar dengan saudara kalian? Pasti sebagian besar menjawab pernah sekamar dengan saudaranya terutama waktu masih kecil.

Yah sama dengan aku. Amel juga punya saudara. Seorang kakak perempuan dan kita pernah sekamar bareng.

Tapi pertanyaan utamanya, The main question nih :)
"Berapa lama kalian sekamar dengan saudara kalian? Hayo?" Hehehe maaf pertanyaannya aneh. Bukan pertanyaan porno ya! Nanti ada penjelasannya. Makanya baca terus! Biar nggak salah paham 😊

Nah, pertanyaan ini jawabannya unik. Masing-masing pasti punya jawaban yang bervariasi. Ada yang lama sampe bertahun-tahun, ada juga yang cuma sebentar. Yah mungkin karena saudaranya ngekos, pindah rumah, udah kerja dan merantau atau bahkan udah menikah. Tapi intinya 'punya kamar yang berbeda' adalah alasan utama mengapa nggak sekamar lagi sama saudara.

Untuk aku sendiri, dari aku kecil sampai sekarang aku sekamar terus sama kakakku.
Usiaku 24 tahun, dan cuma selama dua tahun aja aku nggak sekamar sama kakakku. Tahun yang pertama karena kakakku kuliah, tahun yang lain karena akunya yang kuliah eh! Maksudku ikut pelatihan :p

So, totalnya udah 22 tahun aku sekamar dan serumah bareng kakakku, 23 tahun kalau tahun ini masih sekamar bareng. Dan selama 23 tahun itu pula aku lihat muka yang sama setiap hari sampai bosan (hehehe 😁)

Wait? Lama juga ya 23 tahun bareng terus. Ibarat sahabat kalau udah 23 tahun berinteraksi pasti udah deket banget kayak keluarga! 😄

Nggak tau kenapa tidak demikian denganku? 😅

Udah 23 tahun bareng tapi masih aja suka bertengkar.
Wajarlah, kakak-adik bertengkar biasa. Apalagi kalau masih anak-anak.
Tapi sekarang kami udah dewasa. 2019 ini aku 25 dan kakakku 28.

Kakak-adek mau berapapun usianya kalau kadang-kadang bertengkar, adu mulut, beda atau selisih pendapat, saling ngambek, diem-dieman. Tetap merupakan hal yang wajar.
Tapi yang namanya orang, kalau sudah dewasa nggak lucu kalau masih sering berantem. (Halah! Mo curhat berantem sama sodara aja intronya panjang banget! Pake nanya aneh-aneh lagi! Wkwkwk😂😂😂)

Hal ini terjadi padaku. Kami udah dewasa, tapi masih sering bertengkar.
Bukan adu jotos dan jambak-jambakan lho ya! 😁 itu dulu :p
Tapi kalau berantem yang sekarang diem-dieman, bersikap dingin dan cuek-menyuekin 🤕

Kadang kalau kami bertengkar aku berpikir, "udah 23 tahun kita bareng, suka duka kita lewati bersama, kadang seru-seruan bareng, waktu adek meninggal kita nangis bareng. Tapi kok masih sering bertengkar?
Ibarat sahabat kalo sudah selama itu ber-relationship sudah erat banget. Kalau suami istri sudah harmonis. Bahkan atasan dan karyawan kalau udah selama itu kerja bareng udah kenal dekat.
Lha ini kakak adek kok malah nggak akur?" Sering aku berpikir seperti ini waktu lagi nggak akur. Sering aku mempertanyakan hal ini pada diriku. Terutama mengingat kami sudah dewasa. Kelak kami akan berumah tangga.

Nggak lucu kan kalau udah berumah tangga masih sering bertengkar, nggak akur dan diem-dieman kayak orang lain :(

Sering aku berkaca pada persaudaraan yang lain, kayak ayahku misalnya. Dia punya dua kakak laki-laki dan tujuh adek yang kebanyakan laki-laki. Tapi mereka jarang ada yang bertengkar, akur-akur aja, padahal laki-laki semua.
Lalu ibuku, dia punya dua adek laki-laki dan hubungan mereka harmonis, tetap rutin berkomunikasi meski kini sudah terpisah-pisah dan berumah tangga.

Tapi setelah kutelaah dan kupikirkan lagi. Setidaknya mereka tidak lama hidup bersama saudara mereka. Tidak selama kami.
Di usiaku yang sekarang pun mereka udah berpisah dari saudaranya.
Ayah umur 17 tahun udah merantau. Mencari kehidupannya sendiri.
Emak dari anak-anak memang udah nggak sekamar sama adek-adeknya. Apalagi sebagai anak minang, yang namanya anak laki-laki tidur di surau, anak perempuan di rumah ngurus rumah. Sampai umur 22 masih serumah, tapi ditahun berikutnya emak menikah dan meninggalkan rumah.

Karena hal ini aku jadi berpikir. "Apa aku terlalu lama hidup bareng kakakku makanya kita sering bertengkar?
Kalo dipikir-pikir kita memang butuh ruang sendiri, butuh banget malah! Udah terlalu lama kami berbagi dan nggak punya privasi."(faktor situasi guys :| kondisinya belum memungkinkan buat punya kamar sendiri-sendiri :( )
Aku mengingat lagi tahun-tahun di mana aku nggak sekamar dengan kakakku. Tahun-tahun terbaik dalam hidupku :), terutama karena aku merasa mandiri :D

Hehehe jujur aja. Tanpa bermaksud buruk (egois). Sekamar terus sama saudara itu nggak baik dampaknya. Nggak punya privasi, harus selalu berbagi, Yang kerasa banget jadi kurang mandiri.
Terutama nggak bisa tidur sendirian :p

Aku inget awal-awal Uni ngekos waktu kuliah. Aku tidur sendirian di kamar. Ada anjing menggonggong dan suara malam lainnya yang membuat suasana mencekam sehingga aku jadi nggak bisa tidur dan umpetan (=sembunyi) di balik selimut.

Aku betul-betul resah dengan masalah 'biasa bertengkar' ini. Keresahanku ini diperkuat dengan pemikiran sikap kami ini nggak dewasa banget!
Bangetnya itu karena aku selalu minta bantuan emak untuk mendamaikan kita. Terutama di saat kakakku nggak mau mendengar kata-kataku.

How childish! Betapa memalukannya kami 🙈. Belum bisa menyelesaikan masalah kami sendiri, masih minta tolong ortu.
Untung aja ortu masih ada. Coba kalau nggak ada?! Alamat bakal diem-dieman kita, nggak saling bertegur sapa kayak orang asing. Dan baru akan berdamai saat salah satu dari kami mengalah dan membuang perasaan egois.

Punya saudara, sekarang cuma tinggal satu-satunya kok gini amat ya? Tapi jujur. Setiap aku membenci saudaraku aku selalu mengingat hal ini. Betapa menyedihkannya jadi anak tunggal, betapa menyedihkannya nggak punya saudara, dan yang terpenting betapa menyedihkannya nggak punya saudara sesama perempuan.

Sering aku berkaca pada sepupuku yang anak tunggal. Sejak lahir dia tunggal. Semua hal hanya miliknya sendiri, tidur sendiri di kamarnya sendiri, ada makanan untuknya sendiri, punya uang nikmatin sendiri, kuota berlebih pake sendiri, punya kosmetik dihabisin sendiri, ada masalah, kegalauan, keresahan di rasakan sendiri, nggak ada teman untuk berbagi. Betapa menyedihkannya. Hiks hiks perrrttt!!! (buang ingus)

Seperti halnya dengan ibuku yang selalu mendambakan punya saudara perempuan. Untuk curhat, berbagi keluh kesah, punya baju samaan ato pinjam-meminjam pakaian, belanja bareng, bergosip, cekikikan bareng, ngebela saudara saat ada yang menindas atau ada yang salah paham dengan saudaranya.

Hhh~

Harusnya aku bersyukur masih punya saudara.
Aku ingat betapa dekatnya dulu aku sama adikku. Betapa dekatnya dulu adikku sama kakakku.

Kenapa aku nggak bisa seperti adekku? Padahal saudara juga. Lahir dari rahim yang sama, ayah yang sama. Kita bertiga bersama, saudara kandung biologis.

Kenapa adekku bisa akrab sama kami yang kadang kurang akrab? Kenapa adekku bisa menjadi penyeimbang kami yang selalu bertengkar, keras kepala, egois dan tak mau mengalah?
Sayangnya adekku eh Adek kami udah nggak ada untuk menyeimbangkan kami. Sekarang harus kami sendirilah yang menyeimbangkan diri.

Dulu waktu adek kami masih 'idup, aku sama Uni nggak begitu dekat. Tapi setelah adek meninggal perlahan-lahan kami menjadi dekat meski masih sering bertengkar.
Nah bertengkarnya itu yang nggak banget!

Kalau kuingat-ingat ada 3 hal yang membuatku tetap akrab sama adekku sampai akhir hayat.
Adekku tuh anaknya lebih dewasa dari aku, penyabar sama sikapku yang konyol dan menyebalkan, selalu mengalah juga. Kalo dipikir-pikir aku dzolim ke adekku sendiri sampe dia terpaksa ngalah buat aku. :p
Kurasa aku harus meniru sikapnya.
Aku juga harus bersikap fleksibel jadi orang dewasa.

Eeh jadi orang dewasa nggak gampang! uwu

Aku harus menjaga hubungan ini karena saudara itu penting.
Ingat! Setelah aku berpisah dari adekku ada banyak rasa penyesalan hinggap. Padahal hubunganku sama adekku akrab. Yang dekat aja banyak banyak penyesalan apalagi yang nggak dekat. Jangan sampai deh!

Aku akan berusaha untuk menyayangi saudara kampretku (:

Kamis, 17 Januari 2019

Nggak bisa move on

Assalammu'alaikum semuanya. Apa kabar? Sehat? Mudah-mudahan kita semua sehat selalu, baik jasmani maupun rohani.

Ngomong-ngomong sehat, Amel mau tanya. Apakah sulit move on termasuk penyakit? Sakit dalam pikiran dan perasaan gitu?

Hehehe jangan salah ya. Move on yang Amel maksud sama sekali bukan move on dari mantan pacar. IT'S A BIG NO!
Bukan! Tapi nggak bisa move on dari masa lalu.

Aku tuh selalu terpaku ke masa lalu di mana ada banyak (banget!) penyesalan yang kulakukan.

Mulai dari masa SD, SMP, SMA dan pasca SMA.
Semua itu menghantuiku dan menggangguku.👻

Kadang rasanya aku antara pingin balik ke masa lalu dan nggak. :(

Aku berusaha mengenyahkan pikiran seperti ini. Tapi rasanya sulit.
Karena aku tahu kalau terus terpaku ke masa lalu nggak bakal maju-maju. Sungguh hal yang mubazir dan sia-sia.
I'm feeling very unhappy right now :'(

Ada banyak hal yang kuingat dan kulakukan jika aku teringat pada masa lalu, teringat pada penyesalan yang udah nggak bisa (mustahil) aku perbaiki:

1. Keep moving forward (terus melangkah maju)
2. Abaikan masa lalu, karena sia-sia aja memikirkannya terus.
3. Sibukkan diri biar nggak teringat masa lalu. Nah yang ini sering banget kulakukan.
4. Lakukan/kerjakan hal yang disukai (supaya masa lalu itu bisa enyah)
5. Dan yang terpenting selalu ingat bahwa waktu adalah komoditi penting yang terlalu berharga untuk di sia-siakan. Terlalu mubazir kalo buat mengingat masa lalu. Karena waktu lebih berharga dari emas dan permata.

Semoga kalian semua para pembaca blogku bisa belajar dari hal ini dan mengambil hikmahnya.

Mudah-mudahan nggak ada lagi orang yang 'sulit move on' kayak saya 😂.
Aamiin...

Kamis, 03 Januari 2019

Sekarang 2019, lalu apa?

Assalammu'alaikum semuanya.
Gimana nih kabarnya readers blogku?

Sekarang tahun telah berganti dan dunia terus berputar. Umur pun makin bertambah dan seiring pertambahan usia tentunya harus ada perubahan dong!

Gimana guys? Apa yang kalian lakukan sekarang? Apakah masih sekolah? Kuliah? Kerja? Atau malah sudah mencapai life goals dan sedang menargetkan target baru, the next life goals?

Amel ucapkan selamat untuk kalian yang memiliki kegiatan dan status yang jelas. Meski saat ini terasa berat, syukurilah karena itu tandanya kalian masih hidup, masih punya kehidupan, seperti halnya blog ini. Masih ada post baru.
Jangan sampai nganggur ya.

Tapi masih nganggur juga nggak pa pa kok, asalkan masih ada usaha untuk mencari kerja.

Jangan sampai nggak ada yang diusahain atau dilakuin, karena itu artinya kalian no life, stuck di zona nyaman. Terasa aman tapi nggak punya kehidupan.

Wait? 'Nggak punya kehidupan?' Hihihi udah kek orang mati aja ya?

Ngomong-ngmong life (hidup), pernah nggak memikirkan apa artinya hidup? Untuk apa aku hidup dan dilahirkan ke dunia ini? Apa tujuannya? Apa yang kucari? Apa yang betul-betul kuinginkan?

Buat yang punya jawabannya dan yakin akan hal itu. Hidup kalian mantap dan penuh keyakinan karena punya arah yang jelas.

And ... what's about me?

Well. Jujur aja. Aku belum ada arah yang jelas. Aku terjebak dalam kehidupanku yang nyaman.

Usai lulus SMA tahun 2012 dan menyelesaikan pelatihan dua tahun kemudian. Aku pindah dari Pekalongan ke Riau.

Aku meninggalkan semua yang aku kenal dan aku ketahui, tempat kelahiranku, tempat aku dibesarkan.

Di tempat baru yang belum kukenali ini.
Aku mencoba berbaur.

Tempat ini berbeda dengan Pekalongan, berbeda dengan Kajen. Belum ada perpustakaan (tempat yang kusukai), tapi good pointnya orang-orang sini nggak peduli dengan kekuranganku (sejauh ini).

Aku sempat kuliah selama kurang lebih tiga setengah tahun (udah masuk 8 semester), Dan berhenti tahun 2018 setelah aku sadar itu adalah ke sia-siaan (yang ini udah pernah kujelasin, lain kali kuceritain lebih jelas)

Aku nggak menyesal udah berhenti kuliah (Padahal dikit lagi wisuda bo!).
Tapi, setelah melepas status mahasiswa,  aku bingung, aku nggak punya status.

Selama ini aku selalu cari aman dengan bersembunyi di statusku. Meski saat ini aku punya usaha craft kecil-kecilan, penghasilannya belum cukup konsisten untuk disebut pekerjaan. Belum bisa menghidupi diri sendiri. Masih 'dihidupi' ortu. You know lah.

Jadi, selama tahun 2018 aku menganggur, aku nggak ada usaha untuk memperjuangkan hidupku. I'M NO LIFE! So scary.

Kalian nggak usah merasa kasihan pada kehidupan yang seperti ini. Jadikanlah sebagai motivasi kehidupan kalian. Agar jangan sampai seperti ini.

Trust me, be a no life is so worst. Life feel so empty and time flies away without leaving benefit even just a little. So useless!

So, syukuri kehidupan kalian yang masih berdetak. Hadapi 2019 dengan lebih banyak bersyukur.

Ini 2019 lalu apa? Keep moving forward guys!

Aku juga berusaha untuk maju.
Kuharap aku bisa menghadapi tahun ini lebih baik dari tahun kemarin. Supaya aku bisa memantaskan diriku sebagai khalifah di muka bumi ini. Dan ketemu jodoh 😁

Aamiin....

Ingat! Jodoh adalah cerminan diri sendiri. Kualitas jodoh sesuai dengan kualitas dirimu. Pokoknya #2019gantistatus! 😂